LESINDO.COM Siap ndan siap laksanakan tugas, begitu team Lesindo menyambangi Kiat Motor, Jl Jogja-Solo km 4, Ngaran, Klaten. Pria yang memiliki nama Sukiyat kelahiran 22 April 1957 selalu mengumbar senyum dan tawa saat wawancara. Pak Kiat sapaan akrabnya dilahirkan dari keluarga petani dan juga memiliki usaha kecil dalam penggilingan padi.
Pria dari 6 saudara, saat masih duduk di bangku SMP sudah mempunyai niat untuk melanjutkan sekolah RC (rehabilitasi centrum) di Solo . “Orang-orang seperti saya ini sering di hina teman-temanya karena cacat, disaat berangkat sekolah selalu berusaha jangan sampai terlambat, kalau terlambat saya menangis”, katanya mengenang. Ada hal yang tak bisa dilupakan saat masih sekolah sering di olok-olok apalagi saat pelajaran olah raga di lapangan, tapi masih ada temannya yang memberikan perhatian manakala jam olah raga Sukiyat kecil di suruh menjaga tasnya Farida Susilowati dan Safitri dan di beri imbalan roti permen. Sukiyat berharap bisa ketemu 2 orang temanya yang sangat gemati (perhatian).
Sekalipun mempunyai fisik yang tidak sempuran tetapi nyali Sukiyat juga besar, saat kecil juga suka gelut di kroyok 3 di ladeni, kalau gelut di stadion Klaten piting-pitingan, cokot-cokotan, bahkan suka balapan sepeda tanpa rem tanpa lampu biar kondang (terkenal).
Dari obrolannya, sejak kecil sudah terbiasa tirakat ngalong puasa Senin, Kemis, puasa Daud hal ini yang dapat mempengaruhi jiwa Sukiyat, sekalipun orang tuanya mampu dalam materi dia selalu ada keinginan untuk mandiri dan merantau untuk mencari pengalaman karena dia tidak mau ketergantungan sama orang tua.
Di saat menjabat Ibu Negara Tien Soeharto pernah melakukan kunjungan ke sekolah RC Prof. Dr. Soeharso Solo dan melihat situasi dan suasana anak-anak cacat, Bu Tien merasa terharu dan keberuntungan ada pada Sukiyat muda yang kemudian di ajak menetap dan tinggal di lingkungan istana untuk membantu pekerjaan-pekerjaan yang ada di istana presiden. Sukiyat hijrah di Jakarta dalam lingkungan komplek istana negara tanpa sepengetahuan keluarga keberadaannya di ketahui setelah Sukiyat bermain bulu tangkis dan disiarkan langsung TVRI, tidak berapa lama Sukiyat di jemput paksa keluarga untuk pulang kampung di Klaten.
Lingkungan istana pada usia 18-an bagi Sukiyat telah banyak memberikan makna dalam hidup paling tidak ada rasa percaya diri, apalagi dari segi fasilitas sudah sangat menyenangkan baginya tidur sudah AC penerangan listrik jika dibandingkan di desa kelahirannya. “Semua perjalanan saya lalui banyak pengalaman yang pahit tetapi itu menjadi pemicu semangat untuk tetap berani melangkah”, Suami Hj Partini mengakhiri. (mac)