LESINDO.COM – Tak banyak yang mengenal tentang gaharu, apalagi menjadikan suatu minuman yang di seduh. Di pedesaan jauh dari kota tepatnya di Kecamatan Nogosari Kabupaten Boyolali produksi teh dalam kemasan kotak warna hijau sudah mendapatkan ijin Departamen Kesehatan. Ijin dengan register Depkes SPP-IRT No. 3.10.3309.06.0285.18. “Ijin ini butuh waktu yang cukup lama kurang lebih 3 bulanan baru bisa keluar, dari depkes survey ke lokasi dulu di lihat sanitasi kondisi lingkungan dan lahan produksi , lamanya ijin mungkin karena ini produk baru beda dengan produk yang sudah umumnya roti, krupuk lebih cepat”, kata Budi Sastro 63 tahun kelahiran Gombong.
Menurut mbah Sastro panggilan akrabnya, lahirnya produk dengan merk Teh Gaharu Nogosari berawal saat berdinas menjadi salah guru MTsN di Dapertemen Agama Islam Boyolali, sebelum pensiun mengalami sakit selama 3 bulan dan jarang masuk sekolah untuk mengajar. Rawat inap rumah sakit sudah menjadi langganan agar bisa mendapatkan kesembuhan dari sakitnya. “Gejala pusing terus-menerus, leher tidak bisa digerakan badan terasa sakit semua kadang-kadang lemas sendiri,” ujarnya mengingat saat-saat sakit.
Sakit yang tidak kunjung sembuh disarankan salah satu kerabatnya berasal dari Lumajang untuk melakukan pengobatan dengan memanfaatkan tanaman gaharu. Tidak seperti yang dibayangkan kayu gaharu per kilogram saja nilainya sangat mahal bisa mencapai 25-30 juta rupiah. Karena mahalnya Budi Sastro hanya bisa memanfaatkan daunya gaharu yang di fermentasi kemudian di tumbuk halus dan menjadikan minuman teh. Hitungan menit setelah minum teh gaharu bisa berreaksi toksin-toksin dalam tubuhnya di keluarkan dalam pembuangan di kamar mandi.
Dari sinilah Budi anak kolong termotivasi bagaimana caranya bisa mendapatkan minuman sekaligus obat teh gaharu setiap hari. Pada tahun 2015 di lahan pekarangannya yang cukup luas di tanami pohon gaharu 60 batang yang sekarang ini sudah berusia 5 tahun dan saat ini tersisa ada sekitar 40 pohon karena mati kering. Sedangkan bibit di peroleh pertama kali dari Lumajang karena terlalu rumit harus menggunakan sertifikat dan harganya lebih mahal per bibitnya 35 ribu rupiah, sedangkan bibit yang ditanam di kebunya sekarang ini berasal dari Purworejo perbibitnya antara 10 sampai 15 ribu rupiah lebih murah.
Sementara ini proudksi teh gaharu yang dilakukan masih menggunakan cara yang sangat sederhana dengan peralatan masih manual, sedangkan bahan bakunya masih di pasok dari Bayuwangi dan di proses sendiri di rumahnya di belakang kantor Kecamatan Nogosari 20 km arah utara dari bandara Adi Sumarmo Solo. “Andaikan nanti kiriman bahan baku sudah tidak lancar, ya nanti pakai pohonnya sendiri ini juga sudah siap untuk di produksi menjadi teh herbal,” katanya sambil menujukan pohon di kebunnya.
Penjualan Teh Gaharu Nogosari saat ini berdasarkan pesanan dan pemasaran masih dilakukan secara on line, terkadang seminggu sekali order 2 bungkus, kadang 5-10 bungkus dan dikirim melalui paket JNE kalau luar kota. Sudah sering mendapatkan order dari luar daerah diantaranya Medan, Palangkarya, Makasar, Jayapura, minimal 5 kotak / bungkus yang dari luar kota satu kotak isinya 25 sheet teh. “Sempat nyantol juga dari negara Philipina minta sampel, karena ongkos kirimanya 500 ribu rupiah tidak saya tanggapi marai mumet dia pakai bahasa Tagalog, orang Pihilipina dapat informasi dari internet”, paparnya
Manfaat dari daun gaharu girynops versteghii yang di ekstrak dikonsumsi rutin sebagai obat, hipertensi, diabetes, hepatitis, asam urat, kolesterol, paru paru, reumatik, sakit perut, jantung, penambah stamina / vitalitas tubuh, anti asmatik, anti alergi, gangguan ginjal, bahan antinbiotik TBC, kanker, ginjal, malaria, maag / lambung, stimultan kerja syaraf, diare, batuk pilek influenza, penghilang stress. “Sewaktu pengajuan ijin saya tampilkan khasiat dari teh gaharu, tetapi depkes tidak diperkenan untuk ditulis manfaatnya, karena ini ranah BPOM (Badan Pengawasan Obat dan Makanan)”, jelasnya mengakhiri dengan Lesindo. (mac)