spot_img
BerandaHumanioraTiga Penjaga Sunyi dalam Diri Manusia

Tiga Penjaga Sunyi dalam Diri Manusia

Apakah tubuhmu masih kuat berjalan? Apakah pikiranmu masih jernih menatap masa depan? Dan apakah hatimu masih hidup untuk mencintai dan memaafkan?

LESINDO.COM – Dalam perjalanan panjang yang disebut hidup, manusia sering kali berjalan tergesa—mengejar waktu, ambisi, dan impian yang kadang tak sempat disentuh. Padahal, di tengah hiruk pikuk itu, ada tiga hal yang seharusnya tak pernah luput dijaga: tubuh, pikiran, dan hati. Tiga sahabat sejati yang, jika salah satu terluka, seluruh perjalanan pun bisa goyah.

Tubuh adalah kendaraan bagi jiwa. Ia menuntun kita melewati setiap jalan berliku, mendaki terjalnya harapan, dan menuruni lembah kekecewaan. Sayangnya, banyak di antara kita yang memperlakukannya seperti mesin tanpa perawatan—dipaksa bekerja tanpa istirahat, diberi makan sekadarnya, dan dilupakan saat mulai rapuh. Padahal tubuh menyimpan kesetiaan luar biasa; ia tetap berusaha bertahan walau pemiliknya kerap lalai. Menjaga tubuh bukan semata soal kebugaran, tetapi juga penghormatan kepada hidup itu sendiri—kepada napas yang masih diberi hari ini.

Lalu ada pikiran, kemudi yang menentukan arah. Pikiran yang jernih adalah pelita di tengah kabut keraguan. Dari sanalah lahir keputusan, keyakinan, dan cara pandang yang membentuk nasib. Pikiran yang dibiarkan kotor oleh iri, takut, dan marah ibarat kapal yang kehilangan nakhoda—mudah terbawa arus, tersesat entah ke mana. Maka, belajarlah menjaga pikiran seperti menata taman: singkirkan gulma yang menyesakkan, dan sirami dengan ilmu, syukur, serta doa. Pikiran yang damai akan membawa hidup yang tenteram.

Dan yang terakhir, hati. Ia adalah pusat dari segala rasa—tempat cinta, sabar, dan harapan tumbuh. Namun, hati juga mudah retak. Dunia sering kali mengajarkan kerasnya persaingan, hingga banyak hati yang menjadi beku. Padahal, hati yang hangat adalah sumber kehidupan itu sendiri. Ia yang mengajarkan kita untuk tetap berbelas kasih, untuk memaafkan, untuk tetap percaya meski pernah dikhianati. Menjaga hati berarti menjaga kemanusiaan kita agar tak hilang di tengah dunia yang kian bising.

Tiga hal itu—tubuh, pikiran, dan hati—adalah segitiga keseimbangan hidup. Tanpa salah satunya, kita mudah goyah, kehilangan arah, kehilangan makna. Hidup bukan hanya tentang sejauh apa kita melangkah, tetapi seberapa bijak kita menjaga setiap bagian dari diri yang mengantarkan kita ke sana. Maka sebelum hari kembali senja, tanyakan pada dirimu:
Apakah tubuhmu masih kuat berjalan?
Apakah pikiranmu masih jernih menatap masa depan?
Dan apakah hatimu masih hidup untuk mencintai dan memaafkan?

Sebab di akhir perjalanan, yang benar-benar berarti bukanlah seberapa jauh kita melangkah, melainkan seberapa utuh kita pulang—dengan tubuh yang terjaga, pikiran yang damai, dan hati yang tetap bercahaya.

Pulang adalah ketika setiap langkah yang pernah ditempuh meninggalkan jejak kebaikan, ketika kehidupan menggoreskan tinta emas di lembar waktu. Pulang adalah saat jiwa terasa ringan—tanpa beban, tanpa persoalan yang tertinggal di dunia. Dan di saat itu, alam menyambut dengan damai; angin berbisik lembut, bumi menutup pelan, dan kehidupan beristirahat dalam keheningan yang suci.
Pulang dengan tenang, karena telah hidup dengan seimbang. (mad)

 

 

RELATED ARTICLES

Most Popular

Recent Comments