spot_img
BerandaBudayaTempat Mendarat Tempat Berharap Bandara yang Menyentuh Hati Jamaah

Tempat Mendarat Tempat Berharap Bandara yang Menyentuh Hati Jamaah

Di tengah gurun tandus, PMIA membuktikan bahwa keberlanjutan bisa berjalan berdampingan dengan kesakralan. Material bangunan dipilih secara hati-hati untuk efisiensi energi, sementara sistem pendingin udara dan pencahayaan diatur agar hemat daya. Bahkan, air wudu pun dikelola dengan sistem daur ulang yang canggih

LESINDO.COM – Langit Kota Madinah menyambut dengan tenang setelah perjalanan 9 jam Jakarta  Madinah pesawat Boeing 777 mendarat pelan, tapi pasti  menyentuh bumi hijrah  di tengah malam yang sunyi, dengan udara berubah lembut sekitar dua puluh derajat. Di kejauhan, kubah-kubah arsitektur modern menjulang, memantulkan cahaya  di antara gurun. Bukan masjid, tapi sebuah bandara Prince Mohammad bin Abdulaziz International Airport (PMIA) tempat  pertama yang dijejak jutaan umat Islam sebelum menyapa Rasulullah di Masjid Nabawi.  Bandara ini bukan hanya tempat mendaratnya pesawat, melainkan gerbang suci menuju salah satu kota paling dimuliakan dalam Islam. Bagi jamaah umrah dan haji dari Indonesia dan seluruh dunia, PMIA adalah saksi awal dari perjalanan spiritual yang telah lama dinanti.

Arsitektur yang Berzikir

Gerbang keberangkatan (Departure 3) terlihat jelas dengan akses kendaraan yang rapi, dilengkapi area drop-off, bus, dan mobil penumpang.(Rep)

Bagi banyak orang, bandara hanyalah tempat singgah. Namun di Madinah, Prince Mohammad bin Abdulaziz International Airport adalah bagian dari pengalaman suci. Setiap langkah di sana seolah menjadi pembuka doa, penanda dimulainya perjalanan hati menuju kedamaian yang hakiki. Bandara Prince Mohammad bin Abdulaziz (Madinah) memiliki luas lahan sekitar 4 juta meter persegi untuk area keseluruhan bandara terminal utamanya membentang sekitar 156.940 meter persegi.   Begitu mewahnya airport ini, dibuka kembali setelah renovasi besar pada 2015, PMIA kini berdiri sebagai simbol kemegahan dan keramahtamahan kota suci. Desain bandara menggabungkan elemen futuristik dan nilai-nilai Islam, dengan kubah bergaya geometris, langit-langit tinggi yang dipenuhi cahaya alami, serta motif kaligrafi yang tak sekadar mempercantik, tapi juga mengingatkan akan keagungan Allah.

Uniknya, bandara ini juga mencatat sejarah sebagai bandara ramah lingkungan pertama di Timur Tengah yang mendapatkan sertifikat LEED Gold. Di tengah gurun tandus, PMIA membuktikan bahwa keberlanjutan bisa berjalan berdampingan dengan kesakralan. Material bangunan dipilih secara hati-hati untuk efisiensi energi, sementara sistem pendingin udara dan pencahayaan diatur agar hemat daya. Bahkan, air wudu pun dikelola dengan sistem daur ulang yang canggih.

Satu lagi keunggulan utama bandara ini  kedekatannya dengan Masjid Nabawi. Hanya sekitar 20 menit perjalanan, jamaah bisa langsung tiba di pusat spiritual umat Islam tempat makam Nabi Muhammad berada. Bandara menyediakan berbagai moda transportasi resmi dan aman, dari taksi hingga bus pengantar hotel. Tak jarang pula, sebagian jamaah langsung mengambil kesempatan untuk shalat di Masjid Nabawi beberapa jam setelah mendarat.

Dari sekian banyak bangsa yang datang, jamaah dari Indonesia menjadi salah satu yang terbanyak. Petugas bandara bahkan sudah terbiasa menyapa dengan bahasa Indonesia yang terbata-bata, “Assalamu’alaikum, Bapak Ibu dari Indonesia?” sambil membantu mengangkat koper. “Kami senang menerima orang-orang Indonesia, mereka sabar dan sopan,” kata seorang petugas imigrasi. (mac)

RELATED ARTICLES

Most Popular

Recent Comments