LESINDO.COM – Di balik sejuknya udara pegunungan dan rindangnya pepohonan di kawasan wisata Kaliurang, Yogyakarta, tersimpan sebuah legenda kuliner yang tetap setia memanjakan lidah sejak puluhan tahun silam: Jadah Mbah Carik. Awal mula Jadah Legend ini sekitar pada tahun 1927, Sastrodinomo diperintahkan membuat suatu sajian yang berbeda untuk persembahan ke Keraton Yogyakarta. Ia bersama istrinya kemudian menciptakan perpaduan jadah (beras ketan + kelapa) dengan tempe bacem. Sedangkan usaha komersial (warung / jualan terbuka ke masyarakat) mulai dijalankan sekitar tahun 1950-an di kawasan Telaga Putri, Kaliurang.

Warung tersebut menjadi lebih terkenal ketika Sri Sultan Hamengkubuwono IX berkunjung ke Kaliurang sekitar tahun 1965 dan mencicipi jadah tempe karya keluarga ini. Atas rekomendasi istri Sultan, warung itu diberi nama “Jadah Tempe Mbah Carik” untuk membedakan dengan produk sejenis. Jadah ketan yang ditumbuk halus lalu dipadatkan bagi masyarakat Yogyakarta bukan sekadar makanan ringan. Namun di tangan Mbah Carik, sajian sederhana ini menjelma ikon kuliner yang melekat kuat dengan nama Kaliurang. Berlapis aroma gurih kelapa parut dan legitnya ketan, jadah racikan Mbah Carik dikenal memiliki tekstur lembut sekaligus kenyal yang pas di lidah.
Sejak pertama kali dijajakan, puluhan tahun lalu, jadah ini menjadi teman setia wisatawan yang singgah di Kaliurang. Banyak yang menyebut, belum lengkap rasanya berwisata ke Kaliurang tanpa membawa pulang jadah legendaris ini. Lebih istimewa lagi, jadah Mbah Carik kerap dipasangkan dengan tempe bacem atau tahu goreng hangat, kombinasi sederhana namun menggugah selera. “Rasane ora owah saka jaman biyen. Jadah iki sing nggawe kelingan omah lan Kaliurang,” tutur seorang pelanggan yang mengaku sudah puluhan tahun setia membeli.
Keistimewaan jadah Mbah Carik yang sudah memasuki generasi keempat, tidak hanya pada rasanya, tetapi juga pada nilai sejarah dan budaya yang terkandung di dalamnya. Setiap potong jadah seakan merekam perjalanan waktu, menghadirkan nostalgia masa kecil, sekaligus meneguhkan identitas kuliner lereng Merapi. Kini, meski zaman terus berubah, jadah legendaris Mbah Carik tetap menjadi magnet. Dari pedagang kecil yang menjaga tradisi, jadah ini menjelma ikon wisata kuliner yang memperkaya cerita tentang Yogyakarta sebuah kenangan rasa yang tak lekang oleh waktu. (Adilla)