LESINDO.COM – Saat sendiri, hati seakan kembali menemukan denyut aslinya. Tidak lagi berkejaran dengan suara dunia, tidak dipaksa untuk menjawab apa pun, hanya berdialog pelan dengan dirinya sendiri. Kesendirian bukanlah kekosongan—ia adalah ruang sunyi yang dipenuhi gema kejujuran, tempat di mana segala topeng runtuh perlahan, dan jiwa bisa duduk tanpa malu, tanpa pura-pura kuat.
Di tengah sunyi, kita belajar mendengar suara yang nyaris tak terdengar: desir napas, getar ragu, bahkan luka yang selama ini disembunyikan di bawah tumpukan rutinitas. Dalam diam, setiap rasa yang lama diabaikan mulai berbicara. Kita mulai memahami bahwa yang kita cari kadang bukan jawaban dari orang lain, melainkan keberanian untuk menatap diri sendiri tanpa mengalihkan pandangan.
Kesendirian juga menciptakan ruang kosong yang begitu penting—ruang yang biasanya dipenuhi oleh pesan singkat, panggilan, tuntutan, dan segala bentuk hiruk pikuk yang menuntut perhatian. Ruang kosong ini bukanlah kekurangan; ia adalah lahan subur bagi keseimbangan batin. Di sanalah perasaan yang kusut mulai terurai, dan pikiran yang terbebani mulai menemukan tempat untuk beristirahat.
Berdiam diri sejenak bukan berarti berhenti bergerak. Ia justru gerak paling halus menuju kedalaman. Saat kita duduk diam, dunia di dalam diri perlahan bergerak, membangun kembali jembatan antara apa yang kita rasa, kita pikir, dan kita jalani. Kesunyian memulihkan, mengembalikan apa yang tercecer, menautkan kembali apa yang pernah tercerai.
Dan di puncak hening itu, ada harmoni yang tidak bisa dijelaskan dengan kata. Suara angin, denting waktu, helai daun yang jatuh—semuanya menjadi bagian dari percakapan yang bersifat sangat pribadi, tapi juga universal. Alam semesta seolah mendekat, tidak lagi bergema dari kejauhan. Ia hadir dalam bisikan, dalam getar tak terlihat, seakan berkata: engkau tidak perlu bersuara keras untuk didengar.
Di dalam kesendirian yang penuh makna, kita bukan sedang menjauh dari dunia. Kita sedang pulang—kepada diri sendiri, kepada ketenangan, kepada keseimbangan yang sempat hilang, namun selalu menunggu untuk ditemukan kembali. (Nis)

