spot_img
BerandaJelajahSimpang yang Tak Lagi Bising: Joglo dalam Wajah Baru Kota Solo

Simpang yang Tak Lagi Bising: Joglo dalam Wajah Baru Kota Solo

Di permukaan, bundaran besar berdiameter hampir 50 meter merangkul berbagai arah kedatangan. Jalan-jalan yang dulu saling berebut kini ditata dalam harmoni. Trotoar lebar dan ruang hijau kecil memberi isyarat bahwa pembangunan tidak melulu soal kendaraan, tetapi juga tentang langkah kaki warga yang ingin berjalan dengan nyaman.

LESINDO.COM – Di utara Kota Solo, pada sebuah simpang yang dahulu akrab dengan klakson panjang dan antrean tak berujung, kini berdiri wajah baru kota—Simpang Joglo—yang tak lagi sekadar titik temu jalan, melainkan penanda zaman.

Dulu, Joglo adalah simpul kegelisahan. Tujuh ruas jalan bertemu dalam satu tarikan napas, sementara rel kereta api memotongnya tanpa kompromi. Setiap palang turun, waktu seakan berhenti. Pagi dan sore hari menjadi ritual kesabaran kolektif warga Solo. Namun kota, seperti manusia, selalu menemukan cara untuk belajar dari luka-lukanya.

Warna Ikonik: Struktur jembatan kereta api didominasi warna merah terang yang memberikan kesan modern dan tegas di utara Kota Solo. (mc)

Kini, Joglo menjelma dengan keanggunan teknologi. Rel kereta api terangkat ke langit melalui jembatan baja melengkung berwarna merah menyala—sebuah elevated rail yang berdiri tegas, futuristik, sekaligus simbol keberanian Solo menata masa depan. Bentangannya panjang, kokoh, dan seolah menegaskan bahwa kemajuan tak harus menghapus karakter, melainkan menegaskannya.

Di bawahnya, arus kendaraan mengalir tenang melalui underpass sepanjang 450 meter. Jalan ini seperti lorong waktu: membawa kendaraan melintas tanpa lagi dihentikan palang besi dan deru kereta. Tak ada lagi jeda yang dipaksakan. Mobilitas menjadi lebih manusiawi—cepat, aman, dan terukur.

Di permukaan, bundaran besar berdiameter hampir 50 meter merangkul berbagai arah kedatangan. Jalan-jalan yang dulu saling berebut kini ditata dalam harmoni. Trotoar lebar dan ruang hijau kecil memberi isyarat bahwa pembangunan tidak melulu soal kendaraan, tetapi juga tentang langkah kaki warga yang ingin berjalan dengan nyaman.

Underpass Joglo: Terletak di bawah permukaan, underpass ini memiliki panjang 450 meter dan lebar 18,3 meter. Underpass ini memungkinkan kendaraan dari arah Jalan Ki Mangun Sarkoro menuju Jalan Sumpah Pemuda (dan sebaliknya) melintas tanpa terhambat kereta api. (mc)

Warna merah pada jembatan rel layang menjadi penanda visual yang kuat. Ia bukan sekadar estetika, melainkan pernyataan: Solo tidak tertinggal, tetapi melaju dengan caranya sendiri—tegas, berani, dan tetap berakar. Dalam filosofi Jawa, perubahan yang baik adalah perubahan yang ngrengkuh, merangkul masa lalu tanpa terjebak di dalamnya.

Sejak diresmikan pada 11 Januari 2025, Simpang Joglo tak hanya memecah kemacetan, tetapi juga membuka aliran kehidupan baru. Akses yang lancar menghidupkan kembali denyut ekonomi warga sekitar. Warung kecil, bengkel, dan toko-toko yang dulu terseok oleh macet kini bernapas lebih lega.

Joglo hari ini bukan lagi simpang kegaduhan. Ia adalah simpang harapan—tempat di mana baja, beton, dan aspal bertemu dengan kesadaran bahwa kota dibangun bukan hanya untuk dilalui, tetapi untuk ditinggali. Solo, sekali lagi, membuktikan bahwa ia mampu melangkah maju tanpa kehilangan jiwanya. (cha)

RELATED ARTICLES

Most Popular

Recent Comments