LESINDO.COM – Di atas meja makan kayu sederhana, semangkuk sambal berwarna merah oranye tampak berkilau disiram minyak cabai. Aroma bawang, daun jeruk, dan jeruk limau berpadu dalam satu keharuman yang menggoda. Sekali mencicip, sensasi pedas, asam, dan gurih seolah meledak di lidah. Inilah sambal yang dikenal dengan nama unik: sambal ganja.
Meski namanya terdengar “berbahaya”, sambal ini sama sekali tidak mengandung ganja. Nama itu muncul karena rasanya yang membuat ketagihan. Dalam bahasa Aceh, sambal ini disebut Asam Udeung “asam” berarti sambal, dan “udeung” berarti udang. Kombinasi bumbu segar dan udang kecil menjadi kunci kelezatan kuliner khas Serambi Mekkah ini.
“Sekali coba, pasti ingin nambah lagi. Rasanya bikin nagih,” ujar chef Rizqon, penjual kaki lima di Kedai Rempah Coyudan Jln. Dr. Radjiman Solo, buka lapak dari pukul 16.00 – 23.00 Wib, sambil menumbuk cabai dan bawang di cobek batu. Ia menambahkan udang goreng, daun jeruk, sedikit air jeruk limau, dan garam. Semua bahan diulek kasar, bukan dihaluskan, agar cita rasa alaminya tetap terasa kuat.
Menurut masyarakat Aceh, sambal ganja biasanya disajikan bersama nasi hangat, ikan bakar, atau ayam tangkap. Perpaduan rasa pedas dan asamnya mampu menggugah selera bahkan di tengah cuaca panas sekalipun.
Kini, sambal ganja tidak hanya populer di Aceh, tapi juga telah menembus dapur-dapur rumah makan di berbagai daerah Indonesia. Di tengah banyaknya tren kuliner modern, sambal ini tetap menjadi bukti bahwa kenikmatan sejati kadang lahir dari kesederhanaan.(mac)
