LESINDO.COM – Lombok dikenal sebagai pulau dengan pesona alam yang masih perawan. Salah satu bintangnya adalah Pantai Kuta Mandalika, sebuah kawasan di selatan Lombok Tengah yang kini semakin mendunia. Saat pertama kali menjejakkan kaki, hamparan pasir putih seperti butiran merica langsung menyambut. Lautnya bergradasi biru toska dan hijau, berpadu dengan bukit-bukit hijau yang mengapit pantai.
Namun, Kuta Mandalika bukan sekadar panorama. Ia menyimpan kisah dan budaya yang membuatnya berbeda. Nama Mandalika diambil dari legenda Putri Mandalika, sosok putri cantik yang memilih mengorbankan dirinya demi rakyatnya. Setiap tahun, masyarakat Sasak merayakan kisah itu melalui tradisi Bau Nyale—ritual menangkap cacing laut yang dipercaya sebagai jelmaan sang putri. Festival ini menjadi daya tarik wisata budaya yang unik, memadukan mitos, musik tradisional, dan kemeriahan rakyat.

Selain kisahnya, Kuta Mandalika kini berkembang menjadi kawasan wisata terpadu kelas dunia. Hadirnya Sirkuit Mandalika, yang menjadi tuan rumah ajang MotoGP, membawa kawasan ini masuk ke peta global. Di sekitarnya berdiri resort mewah, restoran modern, hingga fasilitas untuk olahraga air. Namun, bagi pencinta alam, keaslian Kuta tetap memikat. Saat pagi, pantai ini cocok untuk berjalan kaki menyusuri garis pantai, sementara siang hari aktivitas snorkeling atau berenang bisa dilakukan di beberapa titik yang aman. Saat sore menjelang, pengunjung dapat naik ke bukit sekitar untuk menyaksikan sunset yang dramatis, di mana matahari tenggelam perlahan di balik garis laut.
Tak jauh dari pantai, desa-desa adat seperti Desa Sade dan Ende menghadirkan pengalaman berbeda. Di sana, rumah tradisional beratap alang-alang dan kebiasaan menenun kain ikat masih dilestarikan. Wisatawan bisa belajar langsung menenun atau membeli kain songket sebagai oleh-oleh bernilai seni tinggi. Pantai Kuta Mandalika adalah potret lengkap: indah, sarat legenda, penuh aktivitas, sekaligus modern. Ia memberi pengalaman berwisata yang tak hanya memanjakan mata, tetapi juga mengajak untuk merasakan denyut budaya lokal. Bagi siapa pun yang datang, Mandalika bukan sekadar pantai, melainkan sebuah kisah yang hidup di antara ombak, pasir, dan hati masyarakatnya. (Fad)
Â

