spot_img
BerandaHumanioraNakhoda Berhati Baja: Indah Dewi Rejeki dan Misi Melampaui Batas Samudra

Nakhoda Berhati Baja: Indah Dewi Rejeki dan Misi Melampaui Batas Samudra

Perempuan muda asal Cimanggu, Cilacap, ini kini dikenal sebagai salah satu representasi pelaut wanita Indonesia yang menembus batas-batas tradisional profesi maritim. Bagi Indah, laut bukan sekadar ruang kerja, melainkan ruang pembuktian. Bahwa dedikasi, kepemimpinan, dan keberanian tidak pernah ditentukan oleh gender.

LESINDO.COM – Di atas geladak kapal yang diguncang ombak dan angin laut yang tak pernah sepenuhnya jinak, Indah Dewi Rejeki berdiri tenang. Seragamnya rapi, sorot matanya teguh. Di balik kemudi, ia bukan sekadar kapten—melainkan otoritas yang lahir dari disiplin, pengetahuan, dan keteguhan mental. Di dunia yang masih kerap menganggap laut sebagai ruang maskulin, Indah hadir sebagai penyanggah sunyi atas stigma itu.

Perempuan muda asal Cimanggu, Cilacap, ini kini dikenal sebagai salah satu representasi pelaut wanita Indonesia yang menembus batas-batas tradisional profesi maritim. Bagi Indah, laut bukan sekadar ruang kerja, melainkan ruang pembuktian. Bahwa dedikasi, kepemimpinan, dan keberanian tidak pernah ditentukan oleh gender.

Pendidikan sebagai Jangkar

Kapten Indah, meski seorang perempuan, menjaga penampilan dan wibawa sebagaimana nahkoda sejati. (mc)

Meski telah mengantongi ijazah ANT II dan dipercaya memimpin kapal, Indah tidak berhenti belajar. Di sela jadwal pelayaran yang ketat dan ritme hidup yang berpindah dari satu pelabuhan ke pelabuhan lain, ia tengah menuntaskan dua jalur pendidikan sekaligus: ANT I—jenjang tertinggi profesi pelaut—dan Magister Hukum.

Keputusan itu bukan ambisi kosong. Ada kesadaran jangka panjang yang ia bangun perlahan.

“Di laut, keterampilan teknis adalah syarat mutlak. Tapi industri maritim bukan hanya soal navigasi dan mesin. Ada hukum, ada regulasi, ada hak-hak pelaut yang harus dipahami,” ujarnya suatu ketika.

Baginya, pendidikan adalah jangkar. Sesuatu yang menjaga pelaut tetap tegak di tengah arus perubahan industri global yang kian kompleks.

Dari Cimanggu Menuju Samudra Dunia

Cimanggu bukan wilayah pesisir utama. Ia jauh dari bayang-bayang pelabuhan besar dan gemuruh kapal niaga. Namun dari tempat yang sederhana itulah cita-cita Indah berlayar jauh. Perjalanannya dari taruni hingga menjadi kapten bukan kisah instan. Ia ditempa oleh jam kerja panjang, cuaca ekstrem, tekanan psikologis, dan lingkungan kerja yang mayoritas dihuni laki-laki.

Ada masa-masa sepi di tengah laut, rindu yang harus ditahan, dan keraguan yang datang diam-diam. Namun semua itu dijawab Indah dengan satu hal: konsistensi.

Kini, dengan persiapan meraih ANT I, Indah bersiap memegang komando kapal-kapal raksasa dengan rute internasional—membawa bendera Indonesia menyeberangi batas samudra.

Maritim dan Hukum: Dua Dunia yang Disatukan

Di atas geladak, ia memimpin kapal bermanuver dengan ketenangan dan ketegasan, setiap perintah lahir dari pengalaman dan kepercayaan diri. Tangan dan pikirannya menyatu dengan roda kemudi, membaca arah angin, arus, dan ruang laut di hadapannya.(mc)

Langkah Indah menempuh pendidikan hukum menjadikannya figur yang unik di dunia pelayaran. Industri maritim global sarat dengan regulasi internasional—IMO, SOLAS, MARPOL—yang sering kali menjadi medan abu-abu bagi pelaut di lapangan.

Dengan bekal hukum, Indah tidak hanya melihat kapal sebagai alat angkut, tetapi juga sebagai subjek hukum. Ia membayangkan peran pelaut masa depan yang mampu berdiri sejajar dalam diskusi kebijakan, bukan sekadar pelaksana teknis di laut.

Ia ingin menjadi pemimpin yang paham mesin, paham navigasi, sekaligus paham keadilan.

Pesan untuk Generasi Muda

Kepada pelaut muda, terutama mereka yang datang dari daerah, Indah selalu menyampaikan pesan yang sama—tanpa nada menggurui.

“Jangan jadikan ‘anak daerah’ sebagai alasan untuk minder. Laut itu luas. Ia tidak pernah bertanya dari mana asalmu. Ia hanya menuntut mental yang tangguh dan pengetahuan yang terus diperbarui.”

Di tengah samudra yang tak pernah benar-benar ramah, Kapten Indah Dewi Rejeki memilih menjadi nakhoda berhati baja—tenang, cerdas, dan terus bergerak maju. Kisahnya adalah penanda bahwa masa depan maritim Indonesia juga sedang ditulis oleh perempuan-perempuan yang berani memegang kemudi sejarah. (her)

RELATED ARTICLES

Most Popular

Recent Comments