spot_img
BerandaJelajahjelajahMenjelajah Solo: Pagi, Batik, Pasar, dan Balekambang

Menjelajah Solo: Pagi, Batik, Pasar, dan Balekambang

Setelah menembus keramaian CFD, kayuhan diarahkan menuju Pasar Gede—pasar legendaris peninggalan masa kejayaan Keraton. Riuhnya tak pernah benar-benar pudar: aroma rempah, tumpukan buah, panggilan pedagang, hingga hiruk seni kuliner khas Solo yang seolah mengikat sejarah dan masa kini dalam satu ruang bernama pasar.

Gowes Liputan Pagi

LESINDO.COM – Pagi itu, liputan foto dan berita dimulai dengan kayuhan sepeda yang pelan namun mantap, menelusuri lorong-lorong Kampung Batik. Matahari baru saja naik, menerangi setiap sudut yang masih lengang dari aktivitas. Meski tenang, kampung ini tetap menunjukkan denyut eksistensinya: deretan toko kecil yang memajang produksi batik—dari sehelai kain yang masih berbau malam hingga barang jadi yang siap mengisi etalase kota.

Perjalanan berlanjut menuju jantung keramaian Minggu pagi: Car Free Day di koridor utama Jalan Slamet Riyadi, Solo. Arus manusia mengalir deras—ada yang berjalan santai, ada yang berolahraga, ada pula yang asyik menikmati panggung musik, permainan ping pong, atau sekadar mencicipi jajanan pinggir jalan. Sepanjang 4,2 kilometer itu dipenuhi pedagang kaki lima, UMKM, dan ragam aktivitas yang membuat kota seperti bernafas lebih cepat.

Di titik nol kampung yang sarat sejarah ini, waktu seolah berjalan lebih pelan. Lorong-lorong sempit, rumah-rumah kuno para saudagar batik, dan aroma tradisi yang belum sepenuhnya terbangun membuat pagi terasa seperti jeda yang menenangkan—sebuah ruang hening sebelum denyut kehidupan kembali mengisi hari.(mc)

Setelah menembus keramaian CFD, kayuhan diarahkan menuju Pasar Gede—pasar legendaris peninggalan masa kejayaan Keraton. Riuhnya tak pernah benar-benar pudar: aroma rempah, tumpukan buah, panggilan pedagang, hingga hiruk seni kuliner khas Solo yang seolah mengikat sejarah dan masa kini dalam satu ruang bernama pasar.

Pos terakhir adalah Taman Balekambang, ruang hijau milik Puro Mangkunegaran yang kini telah ditata ulang. Tenang, rapi, dan tetap menyimpan keanggunan lamanya, taman ini menjadi tempat yang pas untuk mengakhiri perjalanan. Di bawah naungan pepohonan besar, pagi terasa lengkap—menyisakan catatan kecil tentang Solo yang selalu hidup, dari lorong batik yang sunyi hingga jalan raya yang penuh denyut manusia. (Cyo)

RELATED ARTICLES

Most Popular

Recent Comments