spot_img
BerandaHumanioraMenjaga Akal di Negeri yang Gemar Berisik

Menjaga Akal di Negeri yang Gemar Berisik

Maka waras hari ini adalah disiplin kecil yang melelahkan: menyaring kabar, menahan jempol, dan menerima kenyataan bahwa tidak semua hal harus dikomentari. Waras adalah keberanian untuk tidak ikut terseret arus, meski arus itu tampak seperti mayoritas.

Oleh You Srie  

Menjaga Waras di Dunia yang Menganggap Bising sebagai Kebenaran

Pagi hari ini, dunia bangun dengan suara yang sama: ribut.
Linimasa berteriak lebih keras daripada klakson di jam berangkat kerja. Semua orang tampak punya pendapat, sedikit yang punya jeda untuk berpikir. Dalam situasi seperti ini, menjadi waras bukan lagi kondisi normal, melainkan pilihan hidup yang sunyi.

Aku belajar satu hal: waras hari ini bukan soal kesehatan mental, tapi keberanian untuk tidak ikut gila bersama-sama.

Waras, dalam pengertian zaman ini, bukan berarti tak pernah cemas atau marah. Justru sebaliknya—waras adalah kemampuan menahan diri ketika amarah sedang laku dijual. Saat kepanikan menjadi konten, orang yang masih bertanya “apa benar begitu?” sering dianggap mengganggu suasana.

Di dunia yang sedang tidak waras, keheningan dicurigai.
Diam dianggap tidak peduli.
Berpikir pelan dianggap kurang gesit.
Menimbang dianggap ragu-ragu, padahal sebenarnya sedang berusaha jujur pada akal sehat.

Aku memperhatikan, orang-orang kini lebih sibuk bereaksi daripada memahami. Informasi tak lagi dibaca, melainkan ditelan bulat-bulat. Kebenaran tak diuji, cukup dibagikan. Yang penting ramai, urusan benar atau salah bisa dibahas belakangan—kalau masih sempat.

Maka waras hari ini adalah disiplin kecil yang melelahkan: menyaring kabar, menahan jempol, dan menerima kenyataan bahwa tidak semua hal harus dikomentari. Waras adalah keberanian untuk tidak ikut terseret arus, meski arus itu tampak seperti mayoritas.

Ironisnya, orang waras sering tampak aneh.
Di tengah teriakan, ia memilih nada rendah.
Di tengah drama, ia memilih jarak.
Di tengah kegaduhan, ia memilih berpikir.

Dunia boleh terus berisik. Kita tidak wajib ikut menambah volume.
Sebab kadang, cara paling waras untuk bertahan hidup di dunia yang sedang tidak waras adalah tetap manusia—yang berpikir, merasa, dan tahu kapan harus berhenti.

RELATED ARTICLES

Most Popular

Recent Comments