spot_img
BerandaHumanioraMenjadi Wali Karena Istri Super Cerewet

Menjadi Wali Karena Istri Super Cerewet

kesabaran menghadapi istri yang bawel ternyata lebih mulia daripada beribadah di puncak gunung sendirian.

Oleh : Yai Kampung

Romansa Rumah Tangga yang Kadang Ribut, Tapi Tetap Bikin Betah

Di desa Bajalhaban, Hadramaut, hiduplah seorang lelaki saleh bernama Syekh Abdurrahman. Lelaki ini hati­nya halus, suaranya lembut, dan senyumnya seperti teh hangat pagi hari—menenangkan.

Dan, seperti skenario cinta yang penuh plot twist, Allah memasangkan beliau dengan seorang istri yang… romantis caranya sendiri.

Romantis bagaimana?
Ya, romantis yang kalau suami pulang telat, langsung disambut dengan “ceramah 12 menit tanpa interval iklan”.

Romantis yang kalau gelas ditaruh tidak di tempatnya, nadanya naik satu oktaf.
Dan kalau Syekh Abdurrahman lupa menutup pintu, wah… itu sudah seperti episode spesial sinetron.

Tapi anehnya, Syekh Abdurrahman tetap cinta.
Saking cinta dan sabarnya, kalau istrinya ngomel panjang, beliau malah tersenyum—mungkin karena baginya, suara itu tetap suara yang ia nikahi.

Ketika Suami Butuh “Napak Tilas Rindu”

Namun, hari-hari dengan omelan bertema “Kampanye Harian Ketertiban Rumah” itu kadang membuat telinga ingin take a break.

Maka suatu hari beliau berpikir,
“Aku ingin menyepi sebentar. Biar nanti kalau pulang, cinta ini makin segar.”

Beliau pamit.
Dan seperti biasa… omelan mengiringi kepergiannya seperti lagu pembuka film.

Tapi dalam hati, Syekh Abdurrahman tahu,
itu omelan yang sebenarnya penuh rasa sayang—hanya gaya bahasanya saja seperti suara toa masjid saat subuh.

Bertemu Jamaah Gunung Dan Tugas Cari Makan

Di puncak gunung, beliau bertemu sekelompok orang yang sedang beribadah. Mereka menerima beliau, tapi dengan syarat: ikut piket cari makan.

Syekh Abdurrahman geleng-geleng.
Di gunung mau cari makan apa?
Rumput? Batu? Angin?

Akhirnya beliau memutuskan untuk berdoa.

“Ya Allah,” ujarnya lembut, “berkat wali yang ditawassuli teman-temanku ini, turunkanlah makanan lezat untuk kami.”

Padahal beliau tidak kenal wali mana yang dimaksud.
Yang beliau tahu, wali itu pasti orang baik.
Dan jelas bukan istrinya—karena kalau istrinya yang ditawassuli, paling-paling yang turun bukan makanan, tapi omelan dari langit.

Makanan Turun, dan Rahasia Terungkap

Doa belum selesai di bibir, makanan lezat turun begitu saja—lengkap, wangi, seperti dibungkus cinta dari surga.

Ketika temannya bertanya, beliau jujur menjelaskan.
Lalu para jamaah berkata:

“Wali yang kami tawassuli itu tinggal di Bajalhaban. Orang yang sangat sabar menghadapi istrinya yang cerewet. Namanya Syekh Abdurrahman.”

Sekejap Syekh Abdurrahman tertegun.
Hatinya seperti ketiban bunga melati, tetapi juga seperti kena tepuk balon—kaget dan geli sendiri.

“Jadi… yang ditawassuli itu aku sendiri? Ya Allah… ini gara-gara sabar menghadapi istriku?”

Romantis sekali memang,
suami jadi wali karena sabarnya menerima semua sisi istrinya—termasuk sisi bawelnya.

Pulang Karena Rindu… Pada Omelan

Setelah itu, tanpa pikir panjang beliau memutuskan pulang.
Bukan takut dimarahi, bukan.
Tapi karena beliau sadar:

kesabaran menghadapi istri yang bawel
ternyata lebih mulia daripada beribadah di puncak gunung sendirian.

Dan mungkin… beliau rindu juga.
Rindu suara istrinya, rindu riuhnya rumah,
rindu omelan yang—bagaimanapun bentuknya—adalah tanda bahwa ada seseorang yang peduli padanya.

Pesan Manis untuk Semua Pasangan

Cinta itu lucu.
Kadang diwarnai tawa, kadang diwarnai cerewet.
Tapi justru dari situlah tumbuh kesabaran, perhatian, dan kedewasaan.

Dan siapa tahu,
dalam setiap “omelan manis” pasangan,
ada pintu kecil menuju derajat yang lebih tinggi.

Karena cinta bukan soal rumah yang selalu tenang,
tapi tentang dua orang yang tetap memilih bertahan—
bahkan ketika volume suara salah satunya naik sedikit.

 

RELATED ARTICLES

Most Popular

Recent Comments