LESINDO.COM – Beberapa tahun setelah pandemi COVID-19 mereda, masyarakat di berbagai daerah mulai mengamati satu hal yang menimbulkan tanya: mengapa semakin banyak orang meninggal di usia muda? Nama-nama yang dulu aktif di media sosial, teman yang masih penuh rencana hidup, atau rekan kerja yang terlihat sehat — tiba-tiba berpulang. Kabar duka kini bukan hanya milik orang tua, tapi juga mereka yang baru menapak usia 30-an. Fenomena ini menyebar pelan, diam-diam, tapi terasa nyata.
Antara Dugaan dan Fakta
Di tengah masyarakat, muncul beragam dugaan. Ada yang mengaitkannya dengan vaksin COVID-19, ada pula yang menyalahkan efek samping obat, atau perubahan gaya hidup setelah pandemi.
Namun, menurut para ahli kesehatan dan lembaga dunia seperti WHO serta Kementerian Kesehatan RI, belum ditemukan bukti ilmiah bahwa vaksin COVID-19 menjadi penyebab meningkatnya angka kematian muda.
“Data kematian muda memang naik di beberapa negara, tapi penyebabnya kompleks — bukan karena vaksin,” ujar dr. Eka Wulandari, epidemiolog dari Universitas Indonesia.
Menurutnya, penyakit tidak menular seperti jantung, stroke, hipertensi, dan gangguan mental meningkat drastis setelah pandemi. “Kita berhadapan dengan dampak gaya hidup pasca-pandemi: stres tinggi, kurang aktivitas fisik, dan konsumsi makanan cepat saji.”
Warisan Pandemi: Tubuh yang Lelah, Jiwa yang Renta
Banyak orang muda yang merasa tubuhnya cepat lelah, napas pendek, atau jantung berdebar tanpa sebab. Fenomena ini sering dikaitkan dengan apa yang disebut sebagai long COVID, kondisi di mana tubuh belum sepenuhnya pulih dari infeksi virus.
Selain itu, pandemi juga meninggalkan warisan psikologis yang tidak kalah berat: kecemasan, insomnia, hingga depresi. Menurut data WHO tahun 2024, angka depresi global naik hingga 25% setelah pandemi. Stres kronis diketahui meningkatkan risiko penyakit jantung dan stroke — dua penyebab utama kematian mendadak pada usia muda.
Kehidupan yang Serba Cepat
Kini, dunia berlari lebih kencang dari sebelumnya.
Pekerjaan digital tanpa batas waktu, konsumsi informasi tanpa henti, dan tekanan ekonomi membuat banyak orang muda hidup dalam mode siaga terus-menerus.
Tubuh yang tak diberi ruang istirahat perlahan “membalas.”
“Bukan vaksin yang membunuh, tapi gaya hidup modern yang tak lagi mengenal jeda,” kata psikolog klinis Hanifah Nur. “Kita hidup di bawah tekanan yang konstan — fisik dan mental.”
Kembali ke Diri, Menata Ulang Makna Sehat
Para ahli sepakat: vaksin bukan penyebab kematian massal, tapi pandemi telah mengubah cara manusia hidup — dan mati.
Kita lupa bahwa kesehatan bukan hanya tentang bebas penyakit, tapi juga tentang keseimbangan jiwa dan tubuh. Menjaga pola makan, tidur cukup, olahraga teratur, dan membangun kembali hubungan sosial yang sehat adalah langkah kecil namun penting.
“Kita tidak bisa mengontrol kapan ajal datang,” ujar dr. Eka, “tapi kita bisa mengusahakan agar hidup yang singkat ini tetap berarti.” (Dhen)