spot_img
BerandaHumanioraMata yang Sama, Dunia yang Berbeda

Mata yang Sama, Dunia yang Berbeda

Mungkin, di situlah keindahan manusia — bahwa kita diciptakan untuk melihat dari sudut yang berbeda. Tidak untuk menilai siapa yang benar atau salah, tapi untuk belajar saling memahami. Karena perbedaan pandangan bukanlah tembok, melainkan jembatan untuk mengenal hati yang lain.

Renungan tentang cara manusia memandang kehidupan

LESINDO.COM – Kita semua memiliki mata yang sama — dua bola kecil yang memantulkan cahaya, menangkap warna, dan merekam peristiwa. Namun yang membedakan bukan pada matanya, melainkan pada bagaimana kita memandang.

Dua orang bisa berdiri di tempat yang sama, melihat langit yang sama, tetapi merasakan hal yang sepenuhnya berbeda. Yang satu melihat senja sebagai tanda keindahan; yang lain melihatnya sebagai perpisahan. Satu mata menangkap cahaya, yang lain menangkap kenangan. Mata hanyalah jendela, sedangkan jiwa adalah lensa yang menentukan apa yang kita lihat.

Seorang anak melihat hujan dan berlari kegirangan di bawahnya. Di sisi lain, seorang ayah memandang hujan yang sama sambil memikirkan genteng bocor dan sawah yang belum ditanam. Sementara seorang ibu memandang hujan dengan syukur — karena tahu, bumi sedang disiram kehidupan.
Tiga pandangan, satu peristiwa.

Dua orang memandang lukisan yang sama tetapi miliki pandangan yang berbeda terhadap sebuah lukisan, mereka menilai berdasarkan pengalaman hidup masing-masing yang pernah mereka lalui. (mac)

“Cara kita melihat dunia dipengaruhi oleh apa yang pernah kita jalani,” ujar seorang guru tua di Bali, sambil menatap laut Pandawa yang tenang. “Orang yang pernah terluka cenderung berhati-hati melihat masa depan. Tapi justru dari luka itu, pandangan mereka menjadi lebih dalam.”

Mungkin, di situlah keindahan manusia — bahwa kita diciptakan untuk melihat dari sudut yang berbeda. Tidak untuk menilai siapa yang benar atau salah, tapi untuk belajar saling memahami. Karena perbedaan pandangan bukanlah tembok, melainkan jembatan untuk mengenal hati yang lain.

Di zaman yang serba cepat ini, kita sering lupa untuk berhenti sejenak dan bertanya: Apakah aku benar-benar melihat, atau hanya memandangi tanpa memahami?
Sering kali kita hanya menilai dari permukaan — dari apa yang tampak di mata, tanpa mencoba memahami apa yang ada di baliknya.

Padahal, keindahan hidup justru lahir ketika kita belajar memandang dengan mata hati: melihat kesedihan sebagai proses, kegagalan sebagai guru, dan perbedaan sebagai ruang untuk bertumbuh.

Karena pada akhirnya, setiap orang memiliki mata yang sama, tetapi tidak memiliki pandangan yang sama.
Dan di sanalah letak kebijaksanaan — saat kita berhenti memaksa dunia untuk terlihat sama, dan mulai belajar menghargai cara orang lain melihat kehidupan. (Din)

RELATED ARTICLES

Most Popular

Recent Comments