spot_img
BerandaHumanioraLelah yang Tak Terlihat: Antara Ingin Diakui dan Benar-Benar Bekerja

Lelah yang Tak Terlihat: Antara Ingin Diakui dan Benar-Benar Bekerja

Kini, show of force bukan hanya milik kekuasaan, tetapi juga budaya sehari-hari: menunjukkan pekerjaan, gaya hidup, dan materi yang telah dicapai. Semua ingin diakui, padahal pengakuan sejati tidak datang dari sorotan, melainkan dari ketulusan dan konsistensi.

LESINDO.COM – Di zaman yang serba terhubung, kesibukan sering kali berubah menjadi panggung. Banyak orang tampak sibuk di permukaan — membagikan kegiatan, mengumumkan pencapaian, menyiarkan perjuangan. Media sosial menjelma menjadi arena untuk membuktikan eksistensi diri, tempat di mana “aku” berlomba untuk diakui.

Namun di balik sorotan itu, muncul fenomena baru: lelah yang tak terlihat.
Lelah bukan karena bekerja keras, melainkan karena terlalu ingin dilihat. Banyak yang akhirnya terjebak dalam pusaran pembuktian — merasa harus terus tampil berprestasi agar dianggap berhasil, bahkan ketika hati dan tenaga mulai menipis.

Padahal, sukses sejati tidak membutuhkan penonton. Ia tumbuh dalam kesunyian — di ruang-ruang kecil tempat orang bekerja tanpa sorak-sorai, tanpa kamera, tanpa tagar. Dari mereka yang lebih memilih membangun kenyataan daripada sibuk menyiarkan rencana.

Kita hidup di era ketika “cerita tentang proses” sering lebih cepat beredar daripada hasil itu sendiri. Banyak yang tergesa menyiarkan rencana sebelum melangkah, atau memamerkan hasil tanpa pernah menunjukkan perjalanan panjang di baliknya. Akibatnya, batas antara bekerja keras dan sekadar tampak produktif menjadi semakin kabur.

Kini, show of force bukan hanya milik kekuasaan, tetapi juga budaya sehari-hari: menunjukkan pekerjaan, gaya hidup, dan materi yang telah dicapai. Semua ingin diakui, padahal pengakuan sejati tidak datang dari sorotan, melainkan dari ketulusan dan konsistensi.

Pada akhirnya, yang benar-benar berbicara bukan unggahan atau kata-kata, tetapi hasil yang lahir dari kerja tanpa henti. Kesuksesan mungkin tidak selalu tampak di layar, tapi ia selalu hidup di balik mereka yang diam-diam berproses — dan tetap berjalan, meski tanpa penonton.

Sebab pada akhirnya, nilai sejati seseorang tidak diukur dari seberapa sering ia dilihat, melainkan dari apa yang tetap ia kerjakan, bahkan ketika tak ada satu pun mata yang memperhatikan.(Gus)

RELATED ARTICLES

Most Popular

Recent Comments