Ada masa ketika setiap hati muda ingin segera terbang.
Ingin menembus langit, menjangkau yang jauh, membuktikan bahwa dirinya mampu. Hasrat itu begitu manusiawi — keinginan untuk melesat, untuk menunjukkan bahwa sayap yang dimiliki bisa membawanya ke tempat yang tinggi.
Namun, hidup tidak sesederhana bentangan sayap dan keinginan untuk terbang.
Ada waktu yang harus dilewati untuk belajar menimbang arah angin. Ada masa di mana bumi justru menjadi tempat terbaik untuk menguatkan kaki sebelum berpijak ke udara.
Kita sering lupa bahwa sayap yang baru tumbuh belum tentu siap melawan badai. Angin kencang, hujan, dan gelombang tak menunggu kesiapan kita. Mereka datang tanpa aba-aba, seolah ingin menguji seberapa kokoh hati dan seberapa sabar jiwa yang ingin menggapai langit itu.
Kadang, kita harus menepi.
Bukan karena kalah, tapi karena sadar — ada waktunya untuk belajar, ada saatnya untuk memperkuat diri sebelum melanjutkan perjalanan.
Menghindar bukan bentuk kelemahan, justru tanda kedewasaan dalam membaca tanda-tanda alam kehidupan.
Badai tidak selalu datang untuk menghancurkan.
Kadang ia hadir agar kita belajar bagaimana tetap berdiri tegak, atau setidaknya tahu kapan berjongkok dan melindungi diri. Seperti pohon yang kuat karena pernah diterpa ribuan angin, manusia juga tumbuh dari luka, dari jatuh, dan dari keberanian untuk bangkit.
Menjadi kuat tidak berarti harus selalu melawan.
Kekuatan sejati seringkali justru hadir dalam kesabaran — dalam kemampuan untuk menunggu, untuk memulihkan diri, dan untuk percaya bahwa waktu tidak pernah salah.
Sebab nanti, ketika waktunya tiba,
engkau tak lagi hanya ingin terbang tinggi, tetapi juga ingin terbang dengan bijak.
Engkau akan tahu arah angin, tahu kapan harus mengepak, dan tahu kapan harus berhenti melawan.
Hidup tidak menuntut kita untuk selalu berada di atas,
tetapi untuk mampu bertahan dalam setiap hembusan angin kehidupan.
Sayap yang kuat bukan dibentuk oleh langit yang tenang, melainkan oleh ribuan badai yang pernah dihadapi dengan sabar.
Dan pada akhirnya, kita akan menyadari:
yang membuat kita sampai bukan hanya sayap,
melainkan hati yang belajar memahami waktu,
serta kebijaksanaan yang tumbuh dari diam, luka, dan keteguhan.
Karena dalam setiap perjalanan,
terbang terlalu cepat mungkin membuat kita lelah,
tetapi terbang dengan kesadaran —
itulah yang membuat kita benar-benar sampai. (Dien)

