spot_img
BerandaBudayaKereta Putih yang Hanya Sekali Berjalan

Kereta Putih yang Hanya Sekali Berjalan

Kereta bersejarah itu tidak lagi beroperasi. Ia ditempatkan sebagai monumen di Alun-alun Kidul Surakarta, berdampingan dengan gerbong kerajaan berwarna hijau tua-coklat muda yang dahulu digunakan untuk perjalanan resmi keluarga keraton.

Kereta Putih yang Mengantar Raja Pulang

LESINDO.COM-Di Alun-alun Kidul Surakarta, berdiri sebuah gerbong kereta api berwarna putih gading. Cat putih pada gerbong itu perlahan memudar, terkelupas digerus usia. Meski telah diberi naungan atap rumah pelindung, ia tak kuasa menolak sapaan angin, hujan, dan terik matahari yang silih berganti menghantam tubuh tuanya. Tirai yang dahulu putih bersih kini berubah kusam kecokelatan, rapuh dimakan waktu. Setiap helai kainnya seakan menyimpan kisah panjang, tentang panas yang membakar siang dan dingin yang merambati malam. Gerbong itu berdiri pasrah, menua dalam keheningan, namun tetap setia menjaga cerita besar yang pernah diusungnya.

Namun jejak sejarah yang melekat di dinding besi itu tak akan pernah hilang. Itulah kereta jenazah Pakubuwono X (PB X), raja besar Keraton Kasunanan Surakarta yang memimpin lebih dari empat dasawarsa. Gerbong itu bukan gerbong sembarangan. Gerbong yang dipesan khusus dari Belanda, ia hanya sekali digunakan pada 22 Februari 1939, hari ketika PB X wafat. Dalam keheningan kota, ribuan rakyat tumpah ruah di sepanjang jalan. Mereka menunduk, sebagian meneteskan air mata, saat kereta putih itu melintas pelan di jalur rel menuju Yogyakarta.

Gerbong yang berwarna hijau tua dengan atap coklat muda adalah kereta pesiar / kereta kerajaan dipakai untuk perjalanan resmi, kunjungan dinas, inspeksi, atau parade Kerajaan. (mac)

Dari stasiun Solo Balapan dan berhenti di Stasiun Pasar Gede (Kotagede, Yogyakarta), perjalanan dilanjutkan dengan arak-arakan menuju Imogiri dengan sebuah kereta kuda berhias kain putih sudah menanti. Peti jenazah Sri Susuhunan Pakubuwono X dipindahkan dari gerbong kereta api putih yang membawanya dari Solo. Dentang gamelan bertalu pelan, prajurit keraton berbaris rapi mengawal, sementara rakyat berkerumun di tepi jalan, menundukkan kepala penuh hormat. Kereta kuda bergerak perlahan, roda kayunya berderak di atas jalan berbatu, membawa sang raja ke arah selatan menuju Imogiri makam leluhur raja-raja Mataram. Bukan sekadar prosesi pemakaman, melainkan peristiwa budaya,  perpisahan rakyat dengan sosok yang dianggap pelindung, panutan, sekaligus simbol kejayaan Kraton Kasunanan Surakarta.

Setibanya di kaki bukit makam, perjalanan dilanjutkan dengan cara yang lebih khidmat. Peti jenazah diangkat ke atas jempana, usungan kerajaan, dipanggul bergantian oleh abdi dalem dan prajurit pilihan. Nafas mereka terengah, keringat bercucuran, namun tak seorang pun berkeluh. Ratusan anak tangga curam menuju cungkup makam ditempuh dengan langkah mantap, disertai doa dan isak tangis rakyat yang mengikuti di belakang. Di puncak bukit Imogiri, peti jenazah akhirnya tiba di peristirahatan terakhir, bergabung dengan leluhur raja-raja Mataram. Sejak saat itu, gerbong putih di Surakarta menjadi saksi bisu, sementara arak-arakan Imogiri dikenang sebagai prosesi agung yang penuh haru dan khidmat.

Kereta bersejarah itu tidak lagi beroperasi. Ia ditempatkan sebagai monumen di Alun-alun Kidul Surakarta, berdampingan dengan gerbong kerajaan berwarna hijau tua-coklat muda yang dahulu digunakan untuk perjalanan resmi keluarga keraton. Bagi masyarakat, keberadaan kereta jenazah PB X bukan sekadar benda mati, melainkan saksi bisu perjalanan seorang raja besar yang memimpin Surakarta lebih dari 40 tahun. Kehadirannya juga menjadi pengingat bagaimana keraton dan jalur kereta api pernah berpadu dalam sejarah Jawa.

Kini, kereta jenazah itu terdiam di Alun-alun Kidul. Setiap orang yang melihatnya seakan dibawa kembali ke masa lalu, membayangkan dentang lonceng, langkah kaki prajurit, dan linangan air mata rakyat yang melepas kepergian rajanya pulang menghadap sang pencipta. Kereta putih itu menjadi pengingat, bahwa setiap perjalanan hidup  bahkan perjalanan seorang raja pada akhirnya akan menemukan jalan pulang. (Fai)

RELATED ARTICLES

Most Popular

Recent Comments