spot_img
BerandaJelajahjelajahJejak Sunyi di Puncak Andong: Kisah Ki Joko Pekik, Sang Penjaga Gunung

Jejak Sunyi di Puncak Andong: Kisah Ki Joko Pekik, Sang Penjaga Gunung

“Orang dulu bilang, Ki Joko Pekik itu waliyullah yang menjaga keseimbangan alam Andong,” tutur Mbah Kromo, sesepuh Dusun Gogik yang kerap menuntun peziarah ke puncak. “Beliau bukan orang sembarangan. Ada aura tenang di sana, dan siapa pun yang datang dengan hati bersih, katanya akan mendapat ketentraman.”

LESINDO.COM – Di antara kabut tipis yang bergelayut di puncak Gunung Andong, Magelang, terdapat sebuah makam sederhana yang selalu dipenuhi bunga setaman. Batu nisan itu tertulis nama Ki Joko Pekik. Tidak banyak yang tahu siapa sebenarnya tokoh ini, namun hampir setiap pendaki yang menjejakkan kaki di puncak gunung setinggi 1.726 meter itu akan berhenti sejenak di sana—menunduk hormat, atau sekadar berdoa dalam diam.

Bagi masyarakat sekitar lereng Andong, nama Ki Joko Pekik bukan sekadar legenda. Ia dipercaya sebagai seorang penyebar Islam di masa lampau, sekaligus penjaga spiritual Gunung Andong. Dalam cerita tutur warga, Ki Joko Pekik dikenal pula sebagai Kiai Abdullah Faqih—sosok alim yang memilih jalan sunyi, menyepi di puncak gunung untuk mendekatkan diri kepada Sang Pencipta.

“Orang dulu bilang, Ki Joko Pekik itu waliyullah yang menjaga keseimbangan alam Andong,” tutur Mbah Kromo, sesepuh Dusun Gogik yang kerap menuntun peziarah ke puncak. “Beliau bukan orang sembarangan. Ada aura tenang di sana, dan siapa pun yang datang dengan hati bersih, katanya akan mendapat ketentraman.”

Terlihat sebuah bangunan dengan atap merah di puncak bukit hijau, yang merupakan kompleks makam Ki Joko Pekik. Lokasinya berada di jalur pendakian menuju puncak Gunung Andong. (mac)

Gunung Andong sendiri terkenal sebagai gunung ramah pendaki. Jalur pendakiannya relatif ringan, dengan panorama yang memukau—terutama saat matahari terbit. Namun di balik pesonanya, gunung ini juga menyimpan aura spiritual yang kental. Di salah satu puncaknya, yang oleh warga disebut Puncak Makam, berdirilah makam Ki Joko Pekik. Tempat itu menjadi titik hening di antara hiruk pikuk dunia para pendaki.

Saat malam tiba dan angin gunung mulai menggigilkan tulang, suasana di sekitar makam sering kali terasa berbeda. Beberapa pendaki mengaku mendengar gamelan samar dari kejauhan, atau mencium wangi bunga tanpa sumber yang jelas. Entah sugesti, entah kenyataan—kisah-kisah itu justru menambah daya magis Gunung Andong di mata masyarakat.

Namun, bagi sebagian besar peziarah, kedatangan mereka bukan untuk mencari hal mistis, melainkan ketenangan. Banyak yang datang hanya untuk berdoa, mengirimkan doa bagi leluhur, atau sekadar menenangkan diri di tengah udara dingin yang menyejukkan jiwa.

“Di sini kita belajar tentang ketulusan,” kata Rini, salah satu pendaki asal Yogyakarta. “Saya tidak tahu siapa Ki Joko Pekik secara historis, tapi tempat ini membuat saya lebih sadar bahwa gunung bukan cuma tempat wisata—tapi juga ruang doa.”

Cerita tentang Ki Joko Pekik menjadi pengingat bahwa spiritualitas Nusantara tak selalu berwujud megah. Kadang ia tersembunyi dalam makam sederhana di puncak gunung, di mana langit terasa lebih dekat, dan doa bisa meluncur tanpa batas. Di situlah, mungkin, ruh Ki Joko Pekik masih menjaga Andong—dalam sunyi yang abadi. (Rai)

RELATED ARTICLES

Most Popular

Recent Comments