spot_img
BerandaBudayaJejak Akulturasi Islam di Jawa Peninggalan Wali Songo

Jejak Akulturasi Islam di Jawa Peninggalan Wali Songo

Kearifan Lokal Beduk dalam Dakwah Islam Jawa

LESINDO.COM – Beduk merupakan contoh nyata kearifan lokal yang berhasil diolah para wali dalam menyebarkan Islam di tanah Jawa. Meski berakar dari budaya pra-Islam dipakai dalam ritual Hindu-Buddha dan kesenian tradisional beduk tidak ditinggalkan begitu saja. Sebaliknya, para wali memanfaatkannya sebagai sarana dakwah yang efektif.

Pada abad ke-15, ketika jam dan pengeras suara belum dikenal, masyarakat membutuhkan penanda waktu yang bisa didengar bersama. Beduk menjawab kebutuhan itu,  tabuhan kerasnya menggema hingga pelosok desa, memberi tahu warga bahwa waktu salat telah tiba. Dengan cara sederhana namun ampuh, beduk menjadi media komunikasi massa pada zamannya. Lebih dari sekadar alat, beduk mencerminkan strategi dakwah yang bijak, memadukan nilai Islam dengan tradisi lokal. Kearifan inilah yang membuat Islam mudah diterima masyarakat Jawa, tanpa benturan budaya, melainkan dalam bentuk harmoni yang lestari hingga kini.

Bedug alat musik tradisional berbentuk tabung besar yang dibuat dari batang kayu utuh, bagian tengahnya dilubangi, lalu kedua sisinya ditutup dengan kulit hewan, biasanya kerbau atau sapi. (mac)

Beduk, alat pukul berbentuk tabung besar dari kayu dengan kulit sapi atau kerbau sebagai penutupnya, telah menjadi ikon khas masjid-masjid di Jawa. Meski kini azan lebih banyak terdengar melalui pengeras suara, beduk tetap dipertahankan sebagai simbol warisan budaya Islam Nusantara. Sebelum Islam datang, beduk sebenarnya bukan benda asing bagi masyarakat Jawa. Ia kerap digunakan dalam gamelan atau upacara adat. Ketika Islam mulai berkembang pada abad ke-15 melalui dakwah para Wali Songo, beduk diberi fungsi baru sebagai penanda waktu ibadah. Tabuhan beduk yang keras mampu menjangkau telinga masyarakat desa yang kala itu belum mengenal jam.

Dalam perkembangan tradisi Islam Jawa, beduk tidak hanya berfungsi praktis, tetapi juga sarat makna simbolis. Suaranya dianggap panggilan untuk bersama-sama menuju kebaikan, sementara bentuk bulatnya dimaknai sebagai kebulatan tekad umat dalam menjalankan perintah Allah. Hari ini, meski teknologi modern telah menggantikan banyak perannya, beduk masih berdiri di serambi masjid sebagai saksi sejarah. Ia bukan sekadar alat, melainkan jembatan budaya yang menunjukkan bagaimana Islam di Jawa tumbuh melalui harmoni dengan tradisi lokal. (Cha)

 

RELATED ARTICLES

Most Popular

Recent Comments