LESINDO.COM–Gunung Kembang adalah salah satu gunung yang terletak di Kabupaten Wonosobo, Jawa Tengah. Gunung ini sering disebut sebagai “anak Gunung Sumbing” karena posisinya berada di sisi timur Gunung Sumbing dan ketinggiannya lebih rendah, sekitar 2.340 mdpl. Walau tidak setinggi gunung-gunung besar di sekitarnya, Gunung Kembang menyimpan sejarah, cerita rakyat, dan nilai spiritual yang kuat. Sejarah asal-usul nama Gunung Kembang diyakini berasal dari kisah spiritual masyarakat setempat. Konon, gunung ini sering dijadikan tempat ritual atau persembahan bunga oleh masyarakat sebagai bentuk penghormatan pada leluhur. Karena itu, gunung ini dikenal dengan sebutan Gunung Kembang.

Gunung Penyeimbang dalam kepercayaan Jawa, Gunung Kembang dianggap sebagai “penyeimbang” Gunung Sumbing yang besar. Keberadaan gunung kecil ini diyakini penting untuk menjaga keseimbangan alam di Wonosobo. Ritual dan kepercayaan hingga kini, sebagian masyarakat masih melakukan ritual di lereng Gunung Kembang, terutama saat malam tertentu (seperti malam Jumat Kliwon atau bulan Sura). Persembahan berupa bunga, kemenyan, dan doa menjadi bagian dari tradisi. Peran spiritual Gunung Kembang erat kaitannya dengan legenda dan mitos Jawa. Banyak pendaki atau peziarah datang bukan hanya untuk mendaki, tapi juga untuk ngalap berkah (mencari keberkahan). Salah satu lokasi keramat yang terkenal di sini adalah Makam Eyang Abiyoso, yang dianggap sebagai tokoh leluhur penjaga gunung.
Dari legenda tentag Gunung Kembang, pada zaman dahulu, di lereng Gunung Sumbing hiduplah seorang pertapa sakti bernama Eyang Abiyoso. Ia dikenal sebagai sosok bijaksana, penolong masyarakat, dan memiliki ilmu tinggi. Eyang Abiyoso sering bersemedi untuk memohon keselamatan bumi dan ketentraman warga sekitar. Suatu ketika, ia merasa Gunung Sumbing yang begitu besar dan angkuh membutuhkan “penyeimbang”. Dalam semedinya, ia mendapat wangsit bahwa harus ada sebuah gunung kecil di sisi timur untuk menjaga keseimbangan alam. Setelah bertapa berhari-hari sambil menanam bunga-bunga sebagai simbol kesucian, muncullah sebuah bukit yang kemudian tumbuh menjulang dan dikenal dengan nama Gunung Kembang.
Gunung itu dinamai Kembang karena konon dari tanahnya tumbuh bunga-bunga harum yang tak pernah layu. Sejak saat itu, masyarakat percaya bahwa Gunung Kembang adalah gunung berkah—tempat bunga kehidupan tumbuh bagi siapa pun yang datang dengan hati bersih. Setelah Eyang Abiyoso wafat, jasadnya dipercaya bersemayam di puncak Gunung Kembang. Makamnya dianggap keramat, dan hingga kini banyak orang berziarah, menaruh bunga, serta berdoa untuk keselamatan hidup. (Cha)