LESINDO.COM – Semakin seseorang memahami hidup, semakin ia condong pada kesederhanaan. Ia mulai menyadari bahwa tidak ada lagi yang perlu dibuktikan kepada siapa pun. Ia tidak merasa perlu tampil menonjol, tidak lagi berambisi untuk terlihat hebat di mata orang lain. Ia memilih diam, bukan karena tidak punya sesuatu untuk dikatakan, melainkan karena menyadari bahwa tidak semua hal perlu dijelaskan. Diam, bagi mereka yang bijak, adalah bentuk kebijaksanaan tertinggi.
Kehidupan modern telah menciptakan panggung besar di mana semua orang berlomba memainkan peran. Media sosial menjadi cermin palsu yang memantulkan citra-citra buatan, bukan diri yang sebenarnya. Orang-orang tersenyum di depan kamera, menulis kalimat bahagia, dan menampilkan kehidupan yang tampak sempurna, padahal di balik layar, banyak yang tengah berjuang menahan luka dan kesepian. Kita hidup di masa di mana keaslian menjadi langka, dan kepalsuan tampil begitu anggun.
Dalam masyarakat yang penuh topeng ini, kejujuran justru menjadi sesuatu yang berbahaya. Katakan yang sebenarnya, dan kau mungkin akan dijauhi. Tunjukkan ketulusanmu, dan dunia bisa menertawakanmu. Manusia kini lebih menghargai kepintaran berpura-pura daripada keberanian untuk jujur. Padahal, jujur adalah inti dari kemanusiaan—cermin yang menampakkan siapa diri kita tanpa lapisan. Namun di zaman ini, kejujuran sering dianggap sebagai kelemahan, dan kepura-puraan menjadi strategi bertahan hidup.
Transparansi, yang seharusnya menjadi nilai luhur, kini berubah menjadi kemewahan. Tidak semua orang mampu hidup tanpa topeng, karena dunia tidak selalu ramah terhadap kebenaran. Banyak yang memilih bersembunyi di balik persona agar tidak terluka, agar diterima, agar tetap “aman” di tengah arus penilaian sosial yang keras. Kita menyesuaikan diri, menutupi sisi yang rapuh, dan membentuk wajah-wajah baru agar tetap bisa berjalan bersama orang lain—meski terkadang kehilangan diri sendiri di tengah perjalanan itu.
Namun, di antara semua itu, selalu ada segelintir orang yang memilih tetap sederhana. Mereka tidak haus pengakuan, tidak mencari sorotan. Mereka tahu bahwa kedamaian tidak datang dari pujian, melainkan dari hati yang tenang dan jujur pada diri sendiri. Mereka lebih memilih hidup dalam keheningan yang bermakna daripada kebisingan yang penuh kepalsuan.
Kesederhanaan adalah bentuk kebebasan tertinggi—bebas dari keharusan membuktikan apa pun, bebas dari ketakutan untuk menjadi diri sendiri. Di balik kesunyian orang yang sederhana, tersimpan kebijaksanaan besar: bahwa hidup bukan tentang siapa yang paling terlihat, melainkan siapa yang paling mengerti arti menjadi manusia sejati.
Dan pada akhirnya, di dunia yang sibuk dengan topeng dan sandiwara, menjadi sederhana, diam, dan jujur adalah bentuk perlawanan paling tenang—namun paling berani. (Fai)

