LESINDO.COM – Deretan antrean panjang di depan outlet Me Gacoan sudah menjadi pemandangan biasa di berbagai kota. Dari siang hingga malam, kursi-kursi jarang kosong. Suara gelak tawa mahasiswa dan obrolan hangat anak muda bercampur dengan aroma mie pedas yang menggoda selera. Sejak pertama kali hadir di Malang pada 2016, Me Gacoan menjelma jadi magnet kuliner. Konsepnya sederhana: menyajikan mie dengan level pedas bertingkat, harga ramah di kantong, dan suasana tempat yang cocok untuk nongkrong. Nama “Gacoan” sendiri dipilih bukan tanpa alasan—dalam bahasa Jawa, berarti “andalan” atau “jagoan,” sesuai harapan sang pendiri agar mie ini menjadi andalan setiap orang.
Bukan hanya mie, berbagai pilihan dimsum dan minuman kekinian melengkapi pengalaman bersantap. Perpaduan rasa pedas yang menantang dan harga yang terjangkau membuat Me Gacoan cepat viral di kalangan mahasiswa. Kini, cabangnya telah merambah ke berbagai kota besar di Indonesia, bahkan menjadi semacam ikon kuliner anak muda.

Setiap kali melewati sebuah gerai Mie Gacoan, pemandangan antrean panjang seolah menjadi pemandangan wajib. Dari pelajar berseragam, mahasiswa yang datang bergerombol, hingga keluarga kecil yang membawa anak-anak, semua rela menunggu meski antrean mengular hingga ke luar pintu. Fenomena ini bahkan menciptakan kesan tersendiri: semakin ramai antrean, semakin tinggi rasa penasaran.
Seorang pelajar, Santi (17), mengaku antre panjang bukan masalah besar. “Nggak apa-apa nunggu lama, soalnya harganya murah banget dan bisa rame-rame sama teman. Rasanya juga bikin nagih,” ujarnya sambil tersenyum. Bagi sebagian orang, Mie Gacoan bukan hanya soal makanan, tapi juga momen kebersamaan.
Rahasia ramainya Gacoan terletak pada kombinasi yang sederhana: harga terjangkau, rasa mie dengan level pedas variatif, tempat yang luas dan instagramable, serta tren media sosial yang terus menggaung. Foto-foto mie berasap, ulasan pedas, hingga cerita “bertahan di antrean” justru memperkuat citra wajib coba. “Kalau antre segini panjang, justru bikin yakin kalau memang enak,” kata Daffa (21), yang sedang menunggu bersama dua temannya. Ia menambahkan, “Sekalian seru aja, jadi pengalaman.”
Bukan sekadar kuliner, Mie Gacoan kini menjelma menjadi fenomena sosial. Di setiap gerainya, antrean panjang adalah bukti bagaimana makanan sederhana bisa menyatukan rasa penasaran, kebersamaan, dan gaya hidup dalam satu meja. Bagi sebagian orang, makan di Me Gacoan bukan sekadar mengisi perut, melainkan bagian dari gaya hidup. Tempat ini menjadi ruang pertemuan, ajang berkumpul, hingga destinasi wajib bagi mereka yang ingin “ikut tren.” Dengan karakter pedas yang khas, Me Gacoan telah membuktikan diri sebagai fenomena kuliner yang terus melekat di hati penggemarnya. (Hib)