LESINDO.COM – Di tengah kesibukan tanpa jeda, banyak orang mulai merasa jauh dari dirinya sendiri. Lelah fisik kerap disertai kelelahan batin yang tak kasat mata. Rutinitas yang padat membuat manusia lupa bernapas secara utuh, lupa mendengarkan dirinya sendiri. Maka, ketika hening datang, sebagian merasa asing. Padahal, mungkin justru di situlah ruang pemulihan itu berdiam.
Hening Bukan Kesepian
Bagi sebagian orang, hening identik dengan sepi. Padahal, sunyi bukanlah kesepian, melainkan ruang paling jujur bagi jiwa untuk beristirahat. Dalam keheningan, luka-luka lama perlahan belajar bernapas. Ia tidak lagi dikejar untuk segera sembuh, melainkan diterima keberadaannya. “Hening memberi kesempatan bagi pikiran untuk menata ulang dan hati untuk beristirahat,” ujar Dr. Rachma Pradipta, psikolog klinis di Yogyakarta. “Sering kali, saat kita berhenti sejenak, di situlah muncul kesadaran baru yang menuntun kita kembali pada keseimbangan diri.”
Diam, Bahasa dari Jiwa yang Ingin Pulih
Tidak semua rasa perlu diucapkan, dan tidak semua kesedihan perlu disembunyikan. Dalam diam, jiwa berbicara dengan caranya sendiri. Ia menuntun kita memahami arti keikhlasan dan penerimaan. Psikolog dan penulis spiritual Rollo May pernah berkata, “Kesepian bukan berarti tidak ada orang lain, melainkan kehilangan hubungan dengan diri sendiri.”
Melalui diam, manusia belajar menjalin kembali hubungan itu — dengan dirinya, dengan waktu, dan dengan makna hidup yang sempat pudar.
Ruang Tenang untuk Menemukan Arah
Hening bukanlah tempat untuk bersembunyi dari dunia, tetapi ruang untuk menata ulang arah langkah. Dalam keheningan, manusia belajar menimbang ulang: apa yang benar-benar penting, dan mana yang hanya kebisingan semu. Ketenangan sejati bukan datang dari luar, melainkan dari hati yang damai dan pikiran yang selaras. Mungkin inilah makna terdalam dari kata “pulang” — bukan sekadar kembali ke rumah, tapi kembali kepada diri sendiri.
Saat Jiwa Menemukan Rumahnya
Pada akhirnya, setiap manusia membutuhkan ruang hening — bukan untuk lari, tapi untuk memahami. Sebab dalam diam, luka belajar bernapas, hati belajar tenang, dan jiwa belajar pulang. Dalam hening, kita menemukan rumah sejati: rumah yang tak beralamat, tapi selalu ada di dalam diri. (mad)

