Lesindo.com – Namanya Muhammad Khozin (26), merintis usaha kerajinan yang bahan bakunya dari bekas paralon. Usaha itu dirintis saat pandemi Virus Corona berlangsung, lantaran bosan tinggal di rumah. Modalnya, dari kantongnya sendiri tak lebih 2 jutaan, hasil tabungan saat menjadi pengajar di SMP IT, Kota Probolinggo.
Selain untuk membeli paralon baru dan bekas, uang dari koceknya sendiri tersebut untuk membeli peralatan. Diantaranya, Grinder Portable, alat pemanas (haydryer), wating riper, amplas dan obeng. Sedang produk yang dihasilkan di antaranya, tempat lampu hias, jam dinding atau portable, tempat peralatan seperti obeng, tang, engkol, dan semacamnya, serta celengan, juga tempat tisu.
Saat ditanya ihwal usahanya, pemuda yang menunggu kelulusannya dari Sekolah Tinggi Ilmu Psikologi (Stipsi) di Yogyakarta ini menyebut hanya berbekal pengalaman. Yakni, sering melihat pameran di kota seni tersebut dan menonton berbagai video kerajinan di Youtube.
“Hanya itu modal kami. Langsung kami praktek, ternyata bisa,” ujarnya, Senin (4/5/2020) siang menjelang sore.
Produk yang dihasilakn dipasarkan di media socsial. Mengenai harganya, antara Rp 35 ribu hingga Rp 100 ribu, tergantung tingkat kesulitan dan lamanya membuat. Produk yang dianggapnya paling sulit, tempat lampu dan jam dinding atau portable.
“Yang sulit itu. Karena banyak variasi ukirannya,” kata Khozin.
Pemuda lajang yang masih tinggal bersama ibu kandungnya ini menyebut, selain pemasaran, modal yang menjadi kendala. Hanya saja, Khozin tidak begitu memikirkan soal permodalan. Yang penting, menurutnya, memproduksi dan memasarkan.
“Soal modal penting. Terutama ketika mau memperbesar usahanya. Tapi itu nanti. Sekarang, kita kerjakan semampu kita dulu,” tambahnya.
Anak ketiga dari enam bersaudara ini bertekad akan mengembangkan usahanya. Mengingat ia tidak lagi menjadi pengajar dan tidak mengganggu kuliahnya, karena tinggal menunggu pengumuman kelulusan.
Untuk saat ini, usahanya dilakoni sendiri mulai dari awal hingga finishing. “Bikin sendiri dan dijual sendiri. Hasilnya, untuk membantu ibu dan pengembangan usaha,” bebernya.
Produk buatannya, lanjut Khozin, masih laku ke konsumen lokal, mengingat baru satu bulan lebih usahanya dirintis. Karenanya, pekerjaan membuat kerajinan dilakukan sendiri tanpa bantuan orang lain. Pemuda yang sudah ditinggal meninggal bapaknya ini yakin, usahanya di kemudian hari maju dan mempekerjakan orang lain. “Saya rasa keinginan semua pengusaha
seperti itu,” lanjutnya.
Ditanya, apakah pernah ikut pameran ? Khozin berterus terang, belum mengikuti ajang pameran, baik di kotanya sendiri, apalagi daerah lain. Namun, jika di kemudian hari diminta, maka ia akan bersedia asal dibantu biayanya.
“Ya wajar saja kami belum dibantu oleh Pemkot. Karena saya belum dikenal buka usaha seperti ini,” pungkasnya(*)