Jejak Arsitektur, Politik, dan Ruang Budaya yang Terus Hidup
LESINDO.COM – Di jantung Kota Surakarta, tepat di kawasan Kedung Lumbu, berdiri sebuah bangunan tua yang pernah menjadi simbol kekuasaan kolonial. Benteng Vastenburg—dibangun pada tahun 1745 atas perintah Gubernur Jenderal Baron Van Imhoff—pada awalnya bukan sekadar bangunan militer. Ia adalah mata dan telinga Belanda di Tanah Jawa, yang memantau setiap langkah para bangsawan Keraton Surakarta.
Di tengah riuh kota, benteng ini pernah berdiri sebagai pusat kekuasaan. Dengan bentuk segi empat yang tegas, bastion di tiap sudut, tembok setinggi enam meter, serta parit yang dulu mengelilinginya, Vastenburg mencerminkan arsitektur militer Eropa abad ke-18. Di tengah benteng terdapat lapangan luas, ruang latihan militer, tempat pelatihan pasukan garnisun Belanda, dan saksi senyap berbagai perintah strategis yang pernah dikeluarkan.
Pengawasan, Kekuasaan, dan Politik
Di masa kolonial, fungsi benteng ini lebih dari sekadar pertahanan fisik. Ia menjadi titik pengawasan utama terhadap Keraton Surakarta—pusat kekuatan budaya dan politik Jawa. Di sinilah Belanda mengatur strategi, menjaga “ketertiban,” dan memastikan pengaruh mereka tidak goyah. Vastenburg mengawasi, mendengar, dan diam-diam merekam pergolakan yang terjadi.
Setelah Proklamasi 1945, benteng ini berubah peran. Dari markas garnisun Belanda menjadi markas TNI, bahkan sempat menjadi pusat Brigade Infanteri 6 Kostrad. Namun memasuki 1980-an, benteng ini perlahan kehilangan fungsinya. Ia tetap berdiri, tapi terabaikan—dihinggapi sunyi, namun tetap menyimpan sejarah.
Sebuah Kebangkitan Baru

Sejak ditetapkan sebagai Situs Cagar Budaya pada tahun 2010, Benteng Vastenburg mulai menemukan kembali napasnya. Dinding-dinding yang dulu dipenuhi pendingin senjata, kini menjadi latar harmoni budaya. Lapangan yang dulu dipakai untuk apel militer, kini berubah menjadi panggung seni, konser musik, pameran, hingga festival kuliner.
Dari tempat pengawasan kolonial, Vastenburg menjelma menjadi ruang kolaborasi publik. Sebuah ironi indah: bangunan yang dulu menekan rakyat, kini menjadi tempat rakyat merayakan budaya.
Benteng Lain yang Tersisa dalam Ingatan
Selain Vastenburg, Solo juga memiliki benteng-benteng lain yang jejaknya masih membekas, meski tak setenar sang benteng utama.
Ada Benteng Kedung Lumbu di sisi timur kota—lebih kecil, lebih sunyi, dulu menjadi pos pengawas jalur masuk. Ada juga Benteng Kestalan yang berdiri strategis untuk menjaga pergerakan di dalam kota. Kini, keduanya tinggal serpihan sejarah—diam, tetapi masih bisa dibaca oleh mereka yang mau menelusuri.
Menjaga Jejak, Merawat Ingatan
Benteng Vastenburg tidak hanya menyimpan kisah kolonialisme, tapi juga perjalanan transformasi. Ia adalah saksi hidup bagaimana bangsa ini tumbuh, bangkit, dan menafsir ulang ruang yang dulu dimiliki penjajah—menjadikannya milik masyarakat.Kepada setiap pengunjung yang melintas di pagi hari, atau duduk di bawah temaram lampu pada malam pertunjukan rakyat, benteng ini seakan berbisik: “Aku menyaksikan masa lalu, tapi mari kita rayakan masa depan.” (Sg)

