spot_img
BerandaBudayaBarong: Dari Ruh Ritual Menuju Panggung Dunia

Barong: Dari Ruh Ritual Menuju Panggung Dunia

Meski menjadi daya tarik utama wisata, pertunjukan Barong juga memunculkan perdebatan di kalangan seniman dan pemangku adat. Ada kekhawatiran, ketika ritual suci berubah menjadi tontonan komersial, makna spiritualnya bisa terkikis.

LESINDO.COM – Suara gamelan menggema di sebuah pura kecil di daerah Gianyar. Denting kendang, gong, dan ceng-ceng berpadu menciptakan irama sakral yang menandai dimulainya pementasan tari Barong. Namun bukan sekadar tarian hiburan, Barong bagi masyarakat Bali adalah penjelmaan roh pelindung, simbol pertarungan abadi antara kebaikan dan kejahatan.

Bagi warga setempat, Barong bukan hanya sebuah pertunjukan; ia adalah ritual hidup, bagian dari sistem kepercayaan yang diwariskan turun-temurun. Dulu, pementasan Barong dilakukan semata-mata dalam upacara keagamaan dan kemasyarakatan (sungsungan). Barong dipercaya hadir untuk menolak bala, membersihkan desa dari roh jahat, dan menjaga keseimbangan alam semesta.

“Barong adalah penjaga harmoni. Ia bagian dari ritual, bukan tontonan,” ujar I Ketut Darma, seorang penekun seni Barong dari Tegalalang.

Dari Pura ke Panggung Wisata

Menampilkan adegan pertunjukan Tari Barong dan Rangda, salah satu tarian sakral paling terkenal di Bali yang menggambarkan pertarungan abadi antara kebaikan dan kejahatan. (mac)

Perubahan zaman perlahan membawa Barong menapaki panggung yang lebih luas. Sekitar tahun 1948, sejumlah seniman Bali mulai berpikir bagaimana agar keindahan dan makna filosofi Barong bisa dikenal dunia luar. Maka lahirlah versi pertunjukan “Barong untuk wisatawan”, yang disusun dengan durasi lebih singkat, dialog lebih ringan, dan alur cerita yang mudah dipahami.

Kisah klasik yang ditampilkan tetap sama — pertempuran antara Barong (simbol kebaikan) dan Rangda (simbol kejahatan) — tetapi dengan pengemasan yang lebih teatrikal. Unsur magis dan simbolisme ritual tetap dijaga, meski tidak seutuh versi upacara.

“Kami ingin wisatawan merasakan aura sakralnya, tapi juga bisa menikmati keindahan tari dan musiknya,” kata Made Sudiarta, penari senior dari kelompok seni di Batubulan.

Daya Tarik Budaya yang Tak Pernah Pudar

Kini, hampir setiap pagi di kawasan Batubulan, Gianyar, atau Ubud, wisatawan bisa menyaksikan tari Barong sebagai bagian dari paket wisata budaya. Panggung-panggung terbuka menampilkan gerak yang gagah, kostum berkilau, serta iringan gamelan yang menghentak.
Para penonton terpukau oleh harmoni antara gerak, musik, dan mitologi yang berpadu menjadi satu. Namun bagi masyarakat Bali sendiri, esensi Barong tidak pernah berubah — ia tetap menjadi simbol penjaga keseimbangan dunia.

“Sekarang Barong bukan hanya milik upacara, tapi juga jembatan mengenalkan budaya Bali pada dunia,” ujar Ni Luh Ayu, pemandu wisata budaya di Ubud.

Antara Sakral dan Komersial

Meski menjadi daya tarik utama wisata, pertunjukan Barong juga memunculkan perdebatan di kalangan seniman dan pemangku adat. Ada kekhawatiran, ketika ritual suci berubah menjadi tontonan komersial, makna spiritualnya bisa terkikis.

Beberapa kelompok seni tetap berupaya menjaga garis halus itu. Sebelum tampil di hadapan wisatawan, mereka tetap melakukan ritual penyucian Barong dan permohonan restu kepada leluhur, agar pertunjukan yang dibawakan tetap memiliki roh dan makna.

“Kami bukan hanya menari untuk penonton, tapi juga untuk menjaga keseimbangan antara dunia nyata dan niskala,” tutur I Wayan Budi, penabuh gamelan yang sudah puluhan tahun mengiringi tari Barong. (mac)

RELATED ARTICLES

Most Popular

Recent Comments