Diasuh oleh; Sutomo Asngadi, SS, MM
(Consultant/Executive Trainer Strategic Supply Chain, Logistics, Export Import dan Procurement Management dan Konsultan Pendamping UKM Ekspor Naik Kelas)
Rencana Ekspor
Saat sebuah perusahaan mempertimbangkan ekspor ke suatu negara, maka perusahaan tersebut perlu menyusun Rencana Ekspor. Ini adalah sauatu rencana usaha yang berfokus pada proses penjualan nanti di pasar suatu negara.
Rencana usaha ekspor merupakan rencana terbaru. Dengan cara ini suatu perusahaan dapat menghemat waktu dan sumber daya melalui perencanaaan dan prioritas upaya untuk mencapai pasar tujuan ekspor secara strategis. Rencana usaha ekspor adalah investasi jangka panjang eksportir dari segi waktu, tenaga, dan sumber daya. Sebagai suatu Business Plan maka rencana usaha ekspor nantinya akan ada pengukuran, pemutakhiran secara teratur dan pada akhirnya sebagai bahan Analisa untuk melakukan Improvement.
Rencana usaha Ekspor secara garis besar adalah sebagai berikut:
- Menentukan target pasar: risiko, demografi, permintaan, logistik, masalah hukum, dan isu komersial seperti mata uang;
- Mendefinisikan tujuan kegiatan usaha;
- Mengidentifikasi kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman pada perusahaan;
- Tunjukkan kualifikasi untuk mendapatkan kredit atau pembiayaan ekspor. Bagi banyak perusahaan, jika tidak ada rencana usaha, tidak mungkin mendapatkan pembiayaan ekspor.
Secara tehnis, nanti elemen-elemen rencana usaha ekspor terdiri dari Ringkasan Eksekutif, Pendahuluan, Gambaran umum perusahaan, Produk dan layanan, tujuan dan sasaran ekspor, Analisis pasar tujuan ekspor, strategi memasuki pasar ekspor, masalah regulasi dan logistik, faktor risiko ekspor , rencana implementasi ekspor , dan rencana modal kerja keuangan ekspor
Bahwa ketika akan melakukan usaha ekspor mari kita lihat secara formalitas memerlukan perijinan.
Bagaimana caranya melakukan ekspor?. Apa syaratnya?
Untuk menjadi eksporter ada dua cara secara legalitas. Melakukan ekspor bisa menggunakan jasa pihak ketiga atau secara mandiri. Kalau menggunakan jasa pihak ketiga atau kita sebut sebagai trader ekspor maka pelaku ekspor secara tidak langsung hanya fokus pada proses produksi, menjaga kualitas dan memastikan pasokan produk secara proses nantinya pihak trader ekspor tersebut itulah yang mengurus proses administrasi ke bea cukai, kementerian perdagangan, logistik, sampai ke buyer. Namun ada kelemahannya kalau pelaku (calon) eksporter menggunakan jasa pihak ketiga trader ekporter, nama yang di kenal oleh buyer adalah pihak ketiga tersebut, alias trader ekspor tersebut. Belum lagi secara profit nanti bahkan perlu sharing kepada pihak trader ekspor, Maka silakan pilih mau ekspor secara mandiri atau pakai pihak trader ekspor.
Nah kalau mau ekspor sendiri apa syaratnya ?
Ini gayung bersambut, khabar baik bagi para (calon) eksporter atau palaku usaha yang akan melakukan penetrasi pasar agar lebih luas lagi tidak hanya pasar domistik saja tetapi pelaku ekspor yang akan bisa menaklukan pasar global.
Proses untuk menjadi eksporter tidak sesulit lima atau bahkan sepuluh tahun yang lalu. Kalau pada saat itu secara proses administrasi perijinan ekspor sangatlah berbelit dan berliku liku butuh waktu yang lama. Sekarang, proses adminitrasinya sangat mudah. Otomatis, secara tidak langsung dari segi biaya pengurusan untuk menjadi eksporter mandiri menjadi murah meriah.
Pertama, syarat menjadi eksporter ada beberapa pilihan kalau merujuk kepada regulasi baru dari pihak OSS (Online Single Submission) yang berkantor di BKPM jalan Gatot Subroto Jakarta Selatan tersebut yang pada awalnya OSS ini dibawah naungan Menteri Koordinator Bidang Ekonomi sedangkan OSS sekarang dibawah koordinasi Dari Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM).
Pilihan pertama untuk menjadi eksporter mandiri adalah memilih kategori Usaha. Kategori usaha ini ada yang sebagai Usaha Kecil dan Menengah (UKM) atau Non UKM. Baik UKM dan Non UKM secara kategori usahanya bisa sebagai secara perseorangan atau Badan Usaha. Jadi kalau eksporter persorangan artinya ya orang itu sebagai eksporternya. Sedangkan sebagai Badan Usaha maka bentuknya adalah bisa Persyarikatan atau Persekutuan, Yayasan, Perseroan Terbatas (PT), Persekutuan Komanditer, Persekutuan Firma, Persekutuan Perdata, Koperasi atau Perusahaan Umum
Apa yang membatasi Usaha Mikro, Kecil, Menegah, Bahkan Besar??.
Merujuk kepada Peraturan BKPM nomor 4 tahun 2021 yang diterbitkan pada tanggal 1 April 2021 dan diundangkan pada tanggal 1 Juni 2021 Tentang Pedoman Dan Tata Cara Pelayanan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko Dan Fasilitas Penanaman Modal ini, dijelaskan bahwa Usaha Mikro dan Kecil (UMK) adalah usaha milik Warga Negara Indonesia (WNI), baik orang perseorangan maupun badan usaha, dengan modal usaha maksimal Rp 5 miliar, tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha. Usaha Mikro modal usahanya Sebelum maksimal 1 Milyar (sebelum adanya UU Cipta Kerja maksimal 50 juta), Usaha Kecil modal usaha satu Milyar sampai lima milyar (sebelum adanya UU Cipta Kerja maka modal usaha Kecil adalah Lima Puluh Juta sampai Lima ratus Juta )
Berdasarakan kententuan BKPM tersebut Non Usaha Mikro dan Kecil (Non UMK) , dibagi menjadi menjadi Usaha Menengah, Besar, Kantor Perwakilan, dan Badan Usaha Luar Negeri (BULN).
Usaha Menengah adalah Usaha milik Warga Negara Indonesia, baik orang perseorangan maupun badan usaha, dengan modal usaha lebih dari Rp5 miliar sampai dengan paling banyak Rp10 miliar tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha. Usaha Besar adalah Usaha berbentuk Penanaman Modal Asing (PMA) atau Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) dengan modal usaha/investasi lebih dari Rp10 miliar tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha. Kantor Perwakilan adalah Orang perseorangan warga negara Indonesia atau asing, atau badan usaha yang merupakan perwakilan pelaku usaha dari luar negeri dengan persetujuan pendirian kantor di wilayah Indonesia. Dan badan Usaha Luar Negeri (BULN) adalah Badan usaha asing yang didirikan di luar wilayah Indonesia dan melakukan usaha dan/atau kegiatan pada bidang tertentu.
Hal yang menarik sejak adanya regulasi OSS sejak terbit tahun 2018 tersut adalah mefasilitasi perseorangan untuk menjadi suatu istilahnya sebagai Badan Usaha Perseorangan. Maksudnya nanti secara personal, orang itu punya Nomor Identitas Berusaha (NIB) secara resmi. Dengan kata lain, Perseorangan punya ijin usaha sendiri, punya ijin tanda daftar perusahaan perseorangan, punya surat keterangan domisili perseorangan, bahkan sebagai perseorangan bisa mempunyai ijin usaha ekspor secara perseorangan pula yang bertindak sebagai Eksporter Mandiri. Tentu saja dampak positif lainnya adalah kemudahan akses ke bank dan lain lain. Karena setiap akan berurusan dengan pihak Bank selalu yang ditanya adalah Berkas administrasi ijinnya mana. Maka apabila perseorangan punya NIB maka persyaratan tersebut sudah terpenuhi.
Menarik Bukan ??? (bersambung)